www.Bangkok Sumenep Batu Petir.com

maret

VERSA POINT / Bukan VIRSA H

sumber pangsailan

http://www.jaaxy.com/?a_aid=6c3c0985

Monday 3 October 2016

Emosi dan Kepribadian BAB I PENDAHULUAN I. A. LATAR BELAKANG Manusia merupakan makhluk individu sekaligus makhluk sosial yang senantiasa melakukan hubungan interpersonal dengan sesamanya. Dalam hubungan dengan lingkungan sosialnya, manusia seringkali mengalami berbagai pengalaman emosi dan ekspresi yang berbeda. Pengalaman emosi dan ekspresi itu nampak beberapa hal seperti gerakan tubuh, perubahan raut wajah, dan nada suara. Perubahan-perubahan inilah yang dengan mudah dapat dirasakan oleh orang yang mengalaminya. Demikian pula dapat dimengerti oleh orang yang menyaksikannya terutama jika intensitasnya sangat kuat, yang seringkali disebut emosi. Perubahan-perubahan ekspresi emosi manusia nampak dalam proses interaksinya dengan lingkungan. Interaksi tersebut dapat mengakibatkan manusia mengalami saat-saat dimana ia merasa sangat marah, jengkel, ataupun muak terhadap perlakuan orang yang tidak adil. Pada waktu yang lain, manusia mampu merasakan sedih sehingga menangis tersedu-sedu, muka pucat pasi atau merah padam, dan nada bicaranya terputus-putus. Atau bahkan ada manusia yang pingsan ketika merespon berita kehilangan salah seorang anggota keluarga yang amat dicintai. Berbagai ekspresi ini merupakan perihal yang dipicu oleh kadar emosi yang teramat mendalam dan meluap-luap. Terlebih lagi, emosi nampak dalam kehidupan sehari-hari. Istilah “emosi” dalam pemakaiannya sehari-hari sangat berbeda dengan pengertian psikologi. Orang-orang seringkali menggunakan emosi sebagai ketegangan akibat tingkat kemarahan yang tinggi. Ketegangan marah yang tinggi nampak dalam perubahan nada suara, raut muka, ataupun tingkah laku. Ekspresi marah seperti inilah yang seringkali dimengerti sebagai emosi. Namun tidak mudah juga untuk memberikan gambaran mengenai perbedaan emosi dan ekspresi amarah. I. B. RUMUSAN PERMASALAHAN Berdasarkan emosi yang nampak dalam kehidupan manusia sehari-hari, maka menjadi hal yang menarik untuk mengetahui apa dan bagaimana sebenarnya emosi itu? Demi memeroleh pembahasan yang mendalam, maka penulis melakukan elaborasi berbagai teori dan penelitian yang tertera dalam jurnal penelitian. Lalu berdasarkan elaborasi teori, maka penulis bermaksud menganalisa kasus untuk memperjelas pembahasan yang terkait dalam bagian kepribadian yang emosional. Pemaparan kasus tersebut mengenai penodongan pistol oleh seorang Jaksa terhadap karyawan SPBU. Pada bagian akhir makalah, penulis menyimpulkan makalah dan mengambil relevansinya. Adapun bentuk-bentuk rumusan pertanyaan permasalahan, diantaranya : a. Apakah definisi dan makna emosi? b. Apa dan bagaimana penyebab munculnya emosi? c. Bagaimana hubungan emosi dan kepribadian? d. Bagaimana relevansi dari analisis kasus terhadap tema emosi dalam kepribadian? I. C. MANFAAT PENULISAN Beberapa manfaat penulisan makalah ini diantaranya : a. Manfaat bagi mahasiswa adalah sebagai panduan dalam memperdalam pemahaman mengenai emosi dan kepribadian. b. Manfaat demi memperkaya karya tulis mengenai emosi dalam hubungannya dengan kepribadian melalui analisis studi kasus. c. Manfaat bagi setiap individu untuk memahami bahwa emosi mempunyai perbedaan yang khas dalam sensitivitas dan kecenderungan pada bagian emosional d. Manfaat bagi masyarakat untuk memahami kepribadian dan emosi sehingga mampu mengendalikannya dalam aktivitas hidup sehari-hari. I. D. TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan makalah ini antara lain : a. Mengetahui definisi dan makna emosi. b. Mengetahui penyebab munculnya emosi. c. Mengetahui hubungan antara emosi dan kepribadian. d. Mengetahui relevansi dari analisis kasus terhadap tema emosi. BAB II PEMBAHASAN II. A. PENGERTIAN EMOSI Dari segi etimologi, istilah “emosi” berasal dari akar kata bahasa Latin, yakni “movere” yang berarti “menggerakkan, bergerak”. Oleh sebab itu nampak secara tersirat kesan bahwa kecenderungan tindakan seseorang merupakan sebab dari emosi. Atau dengan kata lain, emosi menjadi kecenderungan mutlak dalam menggerakkan tingkah laku manusia. Namun untuk memeroleh definisi mengenai emosi yang tegas, para ahli psikologi masih mengalami perdebatan terus menerus. Definisi mengenai emosi dan pengklasifikasiannya merupakan hal yang rumit sehingga tetap menjadi perdebatan oleh para ahli. Kerumitan definisi dan pengklasifikasian emosi ini disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut (Sarlito, 1996) : a. Emosi yang sangat mendalam menyebabkan aktivitas badan juga meninggi sehingga seluruh tubuh diaktifkan, dan dalam keadaan seperti itu sulit menentukan apakah seseorang sedang marah atau takut. b. Seseorang dapat menghayati satu jenis emosi dengan beragam cara. Misalnya, dalam situasi marah ia gemetar, dan pada saat yang lain memaki-maki atau mungkin lari. c. Penanaman jenis-jenis emosi biasanya didasarkan pada sifat rangsangannya, dan bukan keadaan emosinya. Takut adalah emosi yang timbul terhadap suatu bahaya, marah adalah emosi yang timbul oleh karena sesuatu yang menjengkelkan. d. Pengenalan emosi secara subjektif dan instrospektif sukar dilakukan karena tetap saja ada pengaruh dari lingkungan. Kendala-kendala sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, menurut Goleman, (1997) merupakan kerumitan yang dipicu oleh jenis-jenis emosi yang sangat beragam sehingga perbendaharaan kata kurang ataupun tidak sepadan dalam menyebutkannya. Dengan demikian para ahli pun dapat berbeda dalam merumuskan pengertian dan pembagian emosi, meskipun sebenarnya merupakan pengalaman kita sehari-hari baik dialami langsung secara pribadi maupun ketika berinteraksi dengan orang lain. Para ahli kemudian memberi semacam tajuk atau panduan yang mengarah pada makna emosi (Hude, 2006), yakni pertama, bahwa emosi adalah sesuatu yang dapat manusia rasakan pada saat terjadinya; kedua, bersifat fisiologis dan berbasis pada perasaan emosional; ketiga, menimbulkan efek pada persepsi, pemikiran dan perilaku; keempat, menimbulkan dorongan atau motivasi; kelima, mengacu pada cara pengekspresian yang diejawantahkan dalam bentuk bahasa, ekspresi wajah, dan isyarat. Jadi apabila muncul pembahasan mengenai emosi, maka para ahli tidak memulai dengan definisi melainkan berdasarkan contoh-contoh konkrit dalam kehidupan. Namun terdapat beberapa definisi emosi yang diungkapkan oleh demi menjelaskan emosi. Caplin (2005) mengungkapkan bahwa emosi merupakan reaksi yang kompleks yang mengandung aktivitas dengan derajat yang tinggi dan adanya perubahan jasmaniah serta terkait dengan perasaan yang kuat. Reaksi yang kompleks itu berfungsi untuk membedakan emosi dengan perasaan-perasaan (feelings) yang adalah pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh bermacam-macam keadaan jasmaniah. Emosi juga merupakan kecenderungan terhadap perilaku yang mengarah (approach) atau menyingkir (advoidance) terhadap sesuatu situasi tertentu yang disertai adanya ekspresi kejasmanian (Walgito, 2003). Akhirnya emosi, menurut Goleman (1997) merujuk pada suatu perasaan dan pikiran khasnya, yakni suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Jadi emosi bisa menjadi tujuan manusia untuk melakukan aktivitas tertentu, karena ia tahu bahwa aktivitas tersebut menyenangkan. Adapun pendapat yang terakhir ini menjadi definisi yang digunakan oleh penulis. II. A. 1. KARAKTERISTIK EMOSI Manusia adalah makhluk individu dan juga makhluk sosial sehingga faktanya manusia mengalami berbagai macam peristiwa yang melibatkan emosi. Namun manusia tidak dapat memungkiri pengalaman yang terjadi dalam kehidupannya ketika emosi sedang memuncak. Pengalaman-pengalaman masa lampau yang tersimpan dalam memori manusia kemudian muncul ketika peristiwa yang sama terulang kembali sehingga menimbulkan tingkah laku ekspresif saat itu. Goleman, (1997) mengemukakan reaksi ekspresif delapan jenis emosi, yaitu: 1. Amarah : beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal, hati terganggu, berang, tersinggung, bermusuhan, agresi, tindak kekerasan, dan kebencian patologis 2. Kesedihan : pedih, sedhi, muram, suram, kesepian, ditolak, putus asa, dan depresi berat (patologis) 3. Rasa Takut: cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, waspada, tidak tenang, ngeri, fobia, dan panik (patologis) 4. Kenikmatan: bahagia, gembira, puas, senang, terhibur, bangga, kenikmatan inderawi, rasa terpesona, rasa terpenuhi, kegirangan, luar biasa, dan mania. 5. Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih. 6. Terkejut : kaget, takjub, terpana, terkesiap. 7. Jengkel : hina, jijik, mual, benci, tidak suka, mau muntah 8. Malu : rasa salah, kesal hati, sesal, aib, dan hati hancur lebur Emosi-emosi itu kemudian dikategorikan lagi ke dalam emosi inti atau emosi dasar, yaitu takut, marah, sedih, dan senang. Dan oleh ahli lain, menurut Santrok (1988), ditambahkan benci dan kaget sehingga keseluruhannya menjadi enam kategori emosi dasar. II. B. EMOSI DAN KEPRIBADIAN Emosi dan kepribadian memiliki hubungan yang dapat dijelaskan berdasarkan analogi cuaca dan iklim (Revelle dan Scherer, 2008). Secara definitif, kepribadian adalah pola yang berhubungan dengan pengaruh, perilaku, kognisi dan keinginan (tujuan lintas waktu dan lokasi). Sedangkan luapan emosi menghadirkan integrasi dari perasaan, perilaku, penilaian dan keinginan pada waktu khusus dan lokasi tertentu sehingga kepribadian menghadirkan integrasi dalam waktu dan tempat (Orthony, 2005). Jadi akumulasi dari emosi yang berkaitan dengan karakterisasi khususnya menghadirkan pengertian mengenai kepribadian manusia tersebut. Sigmund Freud merupakan tokoh terkenal dalam psikodinamika yang mengemukakan pendapatnya mengenai kepribadian manusia. Kepribadian merupakan struktur dalam diri manusia yang terdiri dari tiga sistem yaitu Id, Ego dan Superego. Id (bawah sadar) merupakan “kenyataan psikis yang sebenarnya”, karena merepresentasikan dunia batin pengalaman subjektif dan tidak mengenal objektif (mis: lapar tidak bisa memakan khalayan). Ego (sadar) berfungsi membedakan dunia batin dan dunia luar (persepsi makanan diubah dengan menghadirkan makanan di lingkungan melalui pancaindera). Ego yang tidak berhasil menghadapi stimulus yang berlebihan dari luar mengakibatkan kecemasan. Sedangkan Superego (atas sadar) memutuskan apakah sesuatu itu benar/salah sesuai norma-norma moral yang dilakukan oleh masyarakat. Dengan demikian pendapat Freud mengenai kepribadian merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kepribadian tersebut. Adapun konflik dan rekonsiliasi itu terjadi oleh karena adanya pengaruh emosi. Gordon Allport merumuskan kepribadian sebagai “sesuatu” yang terdapat dalam diri individu yang membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu yang bersangkutan. Lebih detail, kepribadian adalah organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik atau khas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya (dalam Supraktiknya, 2005). Kedinamisan sistem psikofisik pun terjadi oleh karena pengaruh penggalan-penggalan emosi di dalamnya. Oleh sebab itu, Allport memberikan suatu definisi yang positif terhadap kepribadian manusia sebagai mahkluk yang baik dan penuh harapan. Oleh sebab itu, manusia yang sehat secara psikologis, khususnya dalam pemeliharaan emosi, hendaknya melihat ke depan, tidak melihat ke belakang. II. C. TINJAUAN KASUS II. C. 1. “Penodongan Seorang Petugas SPBU oleh Jaksa” Pada hari Senin, 02 September 2013 lalu telah terjadi penodongan senjata oleh seorang Jaksa dari Kejaksaan Negeri Tigaraksa berinisial MP terhadap karyawan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) bernomor 3415317 di Tangerang Selatan. Seorang saksi bernama Sumiran menyatakan bahwa bukan penodongan senjata melainkan Jaksa yang sedang marah meletakkan senjata api di atas meja dan hal itu membuat petugas syok karena ketakutan. Polisi kini tengah mengusut laporan mengenai penodongan senjata dan keaslian senjata api yang digunakan pelaku. Berdasarkan keterangan yang dihimpun Tempo di lapangan, kemarahan jaksa diduga tersulut ketika istrinya LE yang saat itu bersama MR sedang mengisi bensin di SPBU tersebut. Saat itu, seorang petugas SPBU meminta agar kendaraan Daihatsu Terios yang dikendarai LE mengubah posisi karena masuk dari arah berlawanan dengan kendaraan lain. Namun, hal itu membuat LE marah dan langsung mencak-mencak mengomeli petugas itu. Tak lama MR yang tercatat sebagai warga perumahan BSD sector 14.6, Kelurahan rawa Buntu, Serpong itu keluar dari kendaraan tersebut. MR langsung menemui Iskandar yang sedang berjaga. Tanpa basa-basi ia langsung menggebrak meja dan mengeluarkan senjata api. Setelah puas marah dan memaki-maki MR langsung keluar meninggalkan kantor SPBU tersebut. Sementara itu, Iskandar syok melihat senjata api langsung pingsan dan dilarikan ke rumah sakit Sari Mulia, Pasar Bengkok, Kota Tangerang. Sumber : Joniansyah, Surat kabar “Tempo”, Rabu, 04 September 2013 | 07:29 WIB II. C. 2. Tinjauan Emosi dan Kepribadian Penodongan senjata oleh seorang jaksa sebagaimana pemaparan kasus di atas merupakan kasus yang hangat dalam pembicaraan di berbagai media elektronik. Hal ini menjadi pertanyaan besar ketika seorang abdi negara yang selayaknya menunjukkan diri sebagai contoh, suri tauladan, kenyataannya terbawa oleh reaksi ekspresif emosinya sehingga berakibat pada muncul masalah penodongan tersebut. Reaksi ekspresif emosi yang termasuk dalam jenis emosi amarah seperti tersinggung, marah besar, dan beringas, (Goleman, 1997) nampak bagi MR sebagai tujuannya dalam aktivitas untuk menyenangkan/memuaskan dirinya. Emosi MR terpuaskan, tetapi bukan dalam arti yang positif membahagiakan, melainkan lebih kepada aktivitas luapan amarah (negatif). Jadi MR yang menerima kabar dari istrinya LE merasakan gangguan terhadap keadaan psikologis dan biologisnya. Gejolak gangguan itu kemudian memotivasi dirinya untuk pergi ke kantor SPBU mencari orang yang menegur LE, istrinya. Ia pergi ke kantor SPBU seraya membawa pistol sebagai simbol kekuasaannya. Oleh karena luapan amarah emosi yang menggebu-gebu dan didukung dengan simbol kekuasaan (jaksa dan pistol) yang besar, maka MR bahkan menantang pegawai-pegawai disana. Reaksi ekspresif emosi inilah yang memotivasi dirinya sehingga melakukan aktivitas “berani mati” tersebut. Iskandar, pegawai SPBU, yang melihat kejadian itu juga merasakan luapan emosi yang besar dalam dirinya (terkejut dan rasa takut) pada segi biologis dan psikologisnya sehingga terjadilah pingsan. Barangkali dalam penelusuran yang lebih mengenai riwayat hidup MR, maka dapat ditemukan pengalaman-pengalaman hidupnya yang menunjukkan penyebab dari tingkah laku seperti itu. Pengalaman-pengalaman emosi memuncak seperti ketika pada masa lampau mengalami memori yang kurang menyenangkan (diremehkan, sedang dimarahi atasan, bullying, disingkirkan, dll.). Akhirnya, memori MR yang kurang menyenangkan muncul atau peristiwa yang sama terulang kembali sehingga menimbulkan tingkah laku ekspresif saat itu (Goleman, 1997). Akumulasi memori emosi masa lampau yang kurang menyenangkan kemudian membentuk kepribadian MR, yang penuh amarah, tidak mau diremehkan, dan mudah tersinggung. Kepribadian yang terbentuk seperti itu, menurut Freud, merupakan akibat Id (bawah sadar) yang tidak terpuaskan, ego (kesadaran) yang mengalami represif, dan superego (atas sadar) dirinya sebagai jaksa sehingga memahami norma-norma moral – hukum mana benar/salah. Ketika permasalahan muncul (cerita dari LE), MR mengalami gejolak stimulus yang besar terhadap sistem Id dan Ego. Namun analogi gunung es bagian bawah dalam sistem Id diri MR yang tidak stabil secara emosi mengakibatkan dirinya harus melakukan sifat instingtif demi pemuasan terhadap prinsip kenikmatan subjektifnya. Sistem ego pun mengimplementasikan permintaan Id dengan “pembenaran” dalam sistem superego. Dengan demikian ketiga sistem dalam kepribadian yang telah terakumulasi pada masa lampau dimanifestasikan dengan aktivitas MR dengan konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kepribadian menurut Freud. II. D. PENERAPAN EMOSI POSITIF Sebuah penelitian ekperiensial mengenai emosi positif menghadirkan masukan dalam proses internal individu dengan keterkaitan sosial yang mendorong peningkatan fungsi psikologis (Gross, Maus, Shallcross, Troy, John, Ferrer, Wilhelm, 2011). Secara sederhana, emosi yang positif seringkali berhubungan dengan hasil yang baik. Namun dalam terminologi sebab-akibat, bukti-bukti mengakumulasikan bahwa emosi positif tidak hanya memiliki konsekuensi terhadap terjadinya hal-hal yang baik. Begitu juga emosi positif mengkontribusi hasil yang baik termasuk meningkatkan fungsi psikologis. Dengan demikian penelitian ini berfungsi untuk meningkatkan komunikasi emosi positif yang seefektif mungkin sehingga dapat mendorong hubungan sosial dan fungsi psikologis yang lebih baik. Selain pengkomunikasi emosi positif, penelitian lainnya juga memaparkan bahwa dampak perilaku antisosial (yang berkembang pada masa remaja) memerlukan intervensi preventif dari segi sosial-kognitif (Dodge, Godwin, dan Tim Peneliti, 2013). Jadi bukan saja emosi semata yang memerlukan pengkomunikasian sehingga menghasilkan hasil yang baik, tetapi sejak awal juga perlu intervensi sosial-kognisi demi bekal perilaku di seluruh perkembangan rentang kehidupan manusia. Dengan mekanisme psikologis (sosial-kognitif) dalam pengalaman hidup positif yang disimpan sebelumnya, maka berfungsi pula secara positif untuk mewakili sikap internal perilaku yang kemudian. Dari pemaparan di atas, maka bagi masing-masing peneliti menyadari terhadap kekurangan dalam penelitian mereka. Peningkatan emosi positif memerlukan akurasi komunikasi yang seefektif mungkin sehingga perilaku cocok dengan perasaan pribadi. Tetapi komunikasi emosi positif kurang mencukupi apabila belum menambahkan bagian penting dari pengetahuan untuk memahami bagaimana emosi positif mendorong pada hasil yang baik. Peningkatan proses sosial-kognitif memang mampu berfungsi dalam jangka panjang, tetapi pertimbangan terhadap proses jangka pendek pun perlu diciptakan seperti atribusi yang ramah tentang orang lain (bukan bermusuhan) dan intervensi dalam mengolah informasi. Oleh sebab itu hasil dari dua penelitian ini pun dapat berfungsi secara integral demi pengkondisian emosi yang positif. Akhirnya, kemampuan manusia untuk mengendalikan emosi adalah tanda bahwa seseorang mampu melakukan pengendalian diri dari sisi Psikologis (Passer, Michael W. dan Ronald E. Smith. 2008). BAB III PENUTUP II. A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan mengenai emosi dan kepribadian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa emosi menjadi kecenderungan tujuan manusia untuk menggerakkan tingkah lakunya. Sedangkan akumulasi dari emosi yang berkaitan dengan karakterisasi-karakterisasi khususnya membentuk kepribadian manusia. Peninjauan kasus pun turut menjelaskan latarbelakang kepribadian manusia oleh karena reaksi ekspresif dari emosi. Akhirnya, peningkatan emosi yang positif dan pengkomunikasian intervensi preventif sosial-kognitif pada masa kanak-kanak merupakan jalan keluar bagi pengkondisian reaksi emosional yang stabil dan terkontrol dalam jangka yang panjang. DAFTAR PUSTAKA Calvin S. Hall & Gardner Lidzey (editor A. Supratiknya). 2005. Teori-Teori Psiko Dinamik (Klinis). Jakarta : Kanisius Chaplin, J.P. (terj. Kartini Kartono). 2005. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada Dodge, Kenneth A., Jennifer Godwin, dan Tim Peneliti. 2013. Association for Psychological Science : “Social – Information – Processing Patterns Mediate the Impact of Preventive Intervention on Adolescencent Antisocial Behavior” dalam http://www.sagepublications.com, diakses 25 Agustus 2013. Goleman, Daniel (terj.), 1997. Kecerdasan Emosional : Mengapa EI lebih Penting daripada IQ. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Gross, James J., Irish B. Maus, Amanda J. Shallcross, Allison S. Troy, Oliver P. John, Emilio Ferrer, dan Frank H. Wilhelm. 2011. “Don’t Hide Your Happiness! Positive Emotion Dissociation Social Connectedness, and Psychological Function”. Journal of Personality and Social Psychology vol. 100, No. 4, 738-748. Hude, M. Darwis, 2006. Emosi : Penjelajahan Religio – Psikologis tentang Emosi di dalam Alquran. Jakarta : Penerbit Erlangga Passer, Michael W. dan Ronald E. Smith. 2008. Psychology : The Science of Mind and Behavior (4th edition). New York : McGraw-Hill Sarwono, Sarlito Wirawan. 1996. Pengantar Umum Psikologi (Cet. 7). Jakarta : Bulan Bintang Walgito, Bimo. 2003. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi Offset banjarnegara

No comments:

Post a Comment

thanks you

juni 2013

NIaga https://www.niagahoster.co.id/ref/66163

Hosting Unlimited Indonesia

Kabinet Kerja

http://www.pekerjaonline.com/
Monetize your website traffic with yX Media