www.Bangkok Sumenep Batu Petir.com

maret

VERSA POINT / Bukan VIRSA H

sumber pangsailan

http://www.jaaxy.com/?a_aid=6c3c0985

Tuesday 7 March 2017

maret1


https://www.vpb.com/aff.php?aff=609
DIALOG ANTAR – AGAMA DI JALAN BUNTU?
Franz Magnis – Suseno
Dialog antar-agama tampak sudah masuk di jalan buntu. Sekurang-kurangnya di Indonesia. Selama kira-kira 30 tahun sudah berlangsung dialog antara Kristen ( dengan “Kristen” di sini saya selalu meksudkan baik Protestan maupun Katolik) dan Islam di indonesia, dalam pelabagai forum dan format. Ada dialog agak resmi yang diseponsori oleh Departemen Agama atau pelbagai instansi dan tingkat pemerintah. Ada banyak dialog dalam bentuk seminar tentang hubungan antar – agama. Tentu juga bnayak dialog informal pada pelbagai kesempatan. Dan ada dialog lokal, yang melibatkan umat setempat.
Akan tetepi, gereja-gereja terus dibakar. Perusakan tempat ibadah Kristen bertambah di Orde Baru dan semakin merajalela sejak tahun 90-an. Dalam tahun 90-an indonesia menjadi juara dunia dalam hal membakar dan merusak gereja. Tetapi perusakan-perusakan gereja-gereja hanyalah ungkapan paling ekstrem sebuah fenomen yang sulit tidak dilihat. Bahwa hubungan antar-agma tidak membaik. Kubu-kubu agama lebih tertutup. Keanggotaan dalam agama minorotas lebih sering menjadi kemungkinan hambatan bagi karier seseorang dalam aparat negara.
Saya sendiri sudah banyak ikut aktif dalam pelbagai seminar sebagai pembicara. Tema dan “terms of reference” biasanya cukup baik. Makalah-makalah pada umumnya makalah bercorak sloganistik dan murni normatif. Bahwa “agama kami “ menjujung tinggi toleransi dan sebagainya. Dua tiga kutipan – yang selalu sama, tentu saja, rupa – rupanya karena memang jarang – dari Kitab Suci yang bersangkutan ditonjolkan. Maksud baik pemerintah ditegaskan kalau pembicara adalah orang pemerintah. Tetapi dari publik kita dapat mendengar nada-nada lain. Dalam sebuah seminar tentang evolusi disalah satu institut ilmu agama seorang kolega sya heran dan marah besar, karena seseorang pembicara lain mengejek teks Kejadian 3:8 ( yang sebenarnya tidak relevan juga terhadap masalah evolusi ) bahwa bunyi langkah Tuhan Allah kedengaran yang “berjalan-jalan dalam taman itu pada hari sejuk . . . “ Saya sebagai tamu pembicara dengan tema toleransi menurut masing-masing agama ( saya mewakili Katolik ) bahawa Katolik ada di bumi Indonesia. Seorang peserta dengan nada menghina meremehkan pernyataan saya dalam makalah bahwa menurut iman Kristen Yesus membawa keselamatan.
Dalam situasi seperti ini kelihatan bahwa sikap dasar saja yang diandaikan dalam sebuah dialog belum ada. Kadang – kadang sulit menghindari kesan bahwa mereka yang berbicara dari posisi kuat, semakin tidak merasa perlu menyembunyikan agresi-agresi yang mereka rasakan. Dialog lalu bisa merosot menjadi kesempatan untuk menghantang yang tidak dapat memukul kembali.
Dialog Antar – Agama : Gereja Baru
Dalam situasi ini perlu dipertanyakan kembali apakah dialog-dialog mengenai hubungan antara agama-agama dan sebagainya masih perlu diteruskan. Apakah dialog-dialog secara nyata menyumbangkan sesuatu untuk memperbaiki hubungan  antar agama yang ada di Indonesia. Khususnya antara gereja – gereja dan Islam.
Kiranya pertama perlu kita perhatikan bahwa dialog antar agama merupakan gejala yang sangat baru. Di eropa berabad-abad lamanya tidak ada dialog antara pelbagai gereja kristiani. Apakah religionsgesprach dalam abad ke – 16, seperti antara Gereja Katolik dan pelbagai Gereja Protestan di jerman, dapat disebut dialog dalam pengertian kita sekarang bagi saya kurang jelas. Barangkali dialog oikumenisme sungguh-sungguh baru berkembang dalam abad ini saya bukan ahli oikumenisme dan karena itu hanya dapat menerka, namun terkaan saya bahwa dialog itu dimulai di jerman dan erat berkaitan dengan pengalaman nasional-sosialisme.
Selain itu, di antara agama-agama lain jarang ada dialog. Katanya di kraton Jinggiskhan, pimpinan tertinggi dalam wilayah raksasa wilayah Mongol, ada pembicaraan antara para tokoh pelbagai agama di depan Jenggiskhan. Seperti juga di india di zaman pemerintah Monghul. Namun dialog-dialog itu tidak muncul dari kebutuhan agama-agama sendiri, melainkan lebih-lebih menjadi semacam pertandingan ketajaman argumentasi, suatu kompetisi untuk melihat pihak mana paling berhasil untuk berkesan pada penguasa. Tetapi, tentang suatu dialog antara Hindu dan Islam, Islam dan Kristen, Islam dan Buddha, hindu dan Buddha untuk menyebutkan beberapa agama besar saja – saya belum pernah mendengar apa-apa. Saya mengandaikan mereka akan heran setengah mati andaikata mereka diminta berdialog. Membiarkan umat dari agama lain melakukan ibadatnya sudah merupakan puncak “toleransi” (untuk memakai istilah modern itu agak di luar konteksnya).
Sebenarnya dialog antar-agama adalah sebuah absesi-obsesi positif tertentu – orang-orang Kristen yang baru mulai berkembang 50 tahun lalu. Gereja Katolik misalnya obsesi dialog di sekitar Konsili Vatikan II dan Gereja-gereja Protestan sebagian besar tertarik juga. Dialog menjadi sesuatu yang dalam arti tertentu mewadahi perintah Yesus untuk saling mencintai. Daripada berkelahi terus, orang mulai berdialog.

No comments:

Post a Comment

thanks you

juni 2013

NIaga https://www.niagahoster.co.id/ref/66163

Hosting Unlimited Indonesia

Kabinet Kerja

http://www.pekerjaonline.com/
Monetize your website traffic with yX Media